Follow Us @soratemplates

31/05/12

Another Day (for you and me) in Paradise

11.20 1 Comments
Hidup.
Aku masih ingat ada seorang teman yang pernah bertanya ke beberapa orang tentang hidup. Jadi dia mengajukan satu pertanyaan "menurutmu hidup itu apa?" ke beberapa orang termasuk aku. Jadi hidup itu apa? 

Juga masih terngiang tentang pembukaan buku Cak Nun yang berjudul "Titik Nadir". Cak Nun menuliskan dan menjabarkan bahwa tugas kita di dunia ini hanya satu : LULUS SEBAGAI MANUSIA.  Demi kata-kata ini aku langsung berhenti, mengulang dan merenungkan. Menjadi Manusia. Selibat teringat guru SMA mewanti-wanti agar kelak menjadi seseorang yang memanusiakan manusia. Nguwongke uwong. Coba deh renungkan? kata-kata itu langsung berefek domino pada kata-kata filosofis lainnya seperti yang berkecamuk dikepala: Kuliah, untuk apa? tujuan hidup itu apa? kenapa Tuhan menurunkan manusia ke bumi? menyembahnya? itukan hanya sebata habluminallah? mengapa Tuhan juga menyuruh untuk ber-habluminannas? kenapa? kenapa?

21/05/12

Grew A Day Older

14.08 12 Comments



See the sunrise
Know it's time for us to pack up all the past
And find what truly lasts

Disinilah kita berada. Di saat ini, detik ini, tempat ini, peristiwa ini. Jika aku salah, maka salahkan aku., aku pun berfikir demikian pula: sepertinya aku salah. Tetapi lihat apa yang kamu lakukan, masih tersenyum duduk disampingku dengan tangan yang masih menggengam erat.

If everything has been written done, so why worry, we say. 
It's you and me with a little left of sanity. 
If life is ever changing, so why worry, we say. 
It's still you and 
I with silly smile as we wave goodbye

19/05/12

Pulang

16.50 0 Comments




Tuhanku

Ku ingin bercerita

Ku tunduk bersujud
Ku mulai berdoa

Lelahnya jiwaku
Beratnya langkahku

Tuhanku
Ku rindu tawaku yang dulu
Kejujuran kebenaran yang dulu ku tahu
Ke mana semua
Sejauh itukah
Ku sesal sudah

13/05/12

So Sorry

20.09 0 Comments


Picture taken from here


Pencil: I'm sorry




Eraser: For what? You didn't do anything wrong.




Pencil: I'm sorry cos you get hurt bcos of me. Whenever I made a mistake, you're always there to erase it. But as you make my mistakes vanish, you lose a part of yourself. You get smaller and smaller each time.



Eraser: That's true. But I don't really mind. You see, I was made to do this. I was made to help you whenever you do something wrong. Even though one day, I know I'll be gone and you'll replace me with a new one, I'm actually happy with my job. So please, stop worrying. I hate seeing you sad. 


(Sources)

Goodbye Forever

13.59 2 Comments

Goodbye to all that knew
I'm leaving and you should leave to
I said all I needed to say
Now we can both be on our way

Hello to you sunny road
Was it as good as i have been told
I heard that the stars are so bright
I hear that it was such a sight

Show me the good times
Just make it come alive
I only want one night
Cause I've seen a bad light

One day I'll. see you again
We'll run all those rivers my friend
I just want to say this to you
"I love all the things that you do

09/05/12

Jodoh itu...

13.20 9 Comments


- Diteras...

"Ora ono siji-sijio manungso ning donya iki sing cocok plek, nduk. Sing ono yo mung di cocok-cocokne. Sak serasi-serasinene pasangan sarimbit kui mau"

(Tidak ada satu pasanganpun yang benar-benar cocok di dunia ini nak. Adanya ya di cocok-cocokin. Seserasi apapun mereka)






"Lajeng, pripun supados dalem pirso marang sinten inkang jejodohan kagem dalem?"
(Lalu, bagaimana kita tahu bahwa dia itu untuk kita?)




"Iki, neng kene
(Ini, di sini)






Perempuan berumur itu meletakkan tangan kanannya ke dada gadis belia di sampingnya. 






"Iki sing bakal meruhi awakmu"
(Ini yang akan memberitahumu)




"Dalem ajrih klentu, biyung"
(Saya takut salah, bu)



"Ora-ora. Samsoyo kowe cerak marang sing kuoso, samsoyo mesti katetepane atimu"
(Jangan takut, semakin kamu dekat dengan Tuhanmu, semakin kamu dapat mempercayai hatimu).


08/05/12

Penyakit Mental yang Biasa di Derita Manusia

14.55 3 Comments




1. Menyalahkan orang lain
Itu penyakit P dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan.

Primitif. Menyalahkan orang lain adalah pola pikir orang primitif. Di pedalaman Afrika, kalau ada orang yang sakit, yang Dipikirkan adalah: "Siapa nih yang nyantet?" Selalu "siapa", Bukan "apa" penyebabnya. Bidang kedokteran modern selalu mencari tahu "apa" sebabnya, bukan "siapa". Jadi kalau kita berpikir menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap primitif. Pakai koteka aja deh, nggak usah pakai dasi dan jas.

Kekanak-kanakan. Kenapa? Anak-anak selalu nggak pernah mau disalahkan. Kalau ada piring yang jatuh, "Adik tuh yang salah", atau, "Mbak tuh yang salah". Anda pakai celana monyet aja kalau bersikap begitu. Kalau kita manusia yang berakal dan dewasa selalu akan mencari sebab terjadinya sesuatu.

2. Menyalahkan diri sendiri
Menyalahkan diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu. Ini berbeda dengan mengakui kesalahan. Anda pernah mengalaminya? Kalau anda bilang tidak pernah, berarti anda bohong. "Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya jabatan, dia berbakat, dan sebagainya, Lha, saya ini apa ?, wah saya nggak bisa deh. Dia S3, lha, saya SMP, wah nggak bisa deh. Dia punya waktu banyak, saya sibuk, pasti nggak bisa deh". Penyakit ini seperti kanker, tambah besar, besar di dalam mental diri sehingga bisa mencapai "improper guilty feeling".

Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan atasan, berani bilang, "Saya kok yang memang salah, tidak mampu, dan sebagainya". Penyakit ini pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior, kita tidak punya kemampuan. Kita sering membandingkan keberhasilan orang lain dengan kekurangan kita, sehingga keberhasilan orang lain dianggap Wajar karena mereka punya sesuatu lebih yang kita tidak punya.

3. Tidak punya goal atau cita-cita
Kita sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak jelas. Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan milestone. Buat target jangka panjang dan jangka pendek secara tertulis. Ilustrasinya kayak gini: Ada anjing jago lari yang sombong. "Apa sih yang nggak bisa saya kejar, kuda aja kalah sama saya". Kemudian ada kelinci lompat-lompat, kiclik, kiclik, kiclik. Temannya bilang, "Nah tuh ada kelinci, kejar aja". Dia kejar itu kelinci, wesss...., kelinci lari lebih kencang, anjingnya ngotot ngejar dan kelinci lari sipat-kuping (sampai nggak dengar / peduli apa-apa), dan akhirnya nggak terkejar, kelinci masuk pagar. Anjing kembali lagi ke temannya dan diketawain. "Ah, lu, katanya jago lari, sama kelinci aja nggak bisa kejar. Katanya lu paling kencang". "Lha dia goalnya untuk tetap hidup sih, survive, lha gua goalnya untuk fun aja sih". Kalau "GOAL" kita hanya untuk "FUN", isi waktu aja, ya hasilnya cuma terengah-engah saja.

4. Mempunyai "goal", tapi ngawur mencapainya
Biasanya dialami oleh orang yang tidak "teachable". Goalnya salah, focus kita juga salah, jalannya juga salah, arahnya juga salah. Ilustrasinya kayak gini : ada pemuda yang terobsesi dengan emas, karena pengaruh tradisi yang mendewakan emas. Pemuda ini pergi ke pertokoan dan mengisi karungnya dengan emas dan seenaknya ngeloyor pergi. Tentu saja ditangkap polisi dan ditanya. Jawabnya, "Pokoknya saya mau emas, saya nggak mau lihat kiri-kanan".

5. Mengambil jalan pintas (shortcut)
Keberhasilan tidak pernah dilalui dengan jalan pintas. Jalan pintas tidak membawa orang ke kesuksesan yang sebenarnya, karena tidak mengikuti proses. Kalau kita menghindari proses, ya nggak matang, kalaupun matang ya dikarbit. Jadi, tidak ada tuh jalan pintas. Pemain bulutangkis Indonesia bangun jam 5 pagi, lari keliling Senayan, melakukan smash 1000 kali. Itu bukan jalan pintas. Nggak ada orang yang leha-leha tiap hari pakai sarung, terus tiba- tiba jadi juara bulu tangkis. Nggak ada! Kalau anda disuruh taruh uang 1 juta, dalam 3 minggu jadi 3 juta, masuk akal nggak tuh? Nggak mungkin!. Karena hal itu melawan kodrat.

6. Mengambil jalan terlalu panjang, terlalu santai
Analoginya begini: Pesawat terbang untuk bisa take-off, harus mempunyai kecepatan minimum. Pesawat Boeing 737, untuk dapat take- off, memerlukan kecepatan minimum 300 km/jam. Kalau kecepatan dia cuma 50 km/jam, ya Cuma ngabis-ngabisin avtur aja, muter-muter aja. Lha, kalau jalannya runwaynya lurus anda cuma pakai kecepatan 50 km/jam, ya nggak bisa take-off, malah nyungsep iya. Iya kan?

7. Mengabaikan hal-hal kecil
Dia maunya yang besar-besar, yang heboh, tapi yang kecil-kecil nggak dikerjain. Dia lupa bahwa struktur bangunan yang besar, pasti ada komponen yang kecilnya. Maunya yang hebat aja. Mengabaikan hal kecil aja nggak boleh, apalagi mengabaikan orang kecil.

8. Terlalu cepat menyerah
Jangan berhenti kerja pada masa percobaan 3 bulan. Bukan mengawali dengan yang salah yang bikin orang gagal, tetapi berhenti pada tempat yang salah. Mengawali dengan salah bisa diperbaiki, tetapi berhenti di tempat yang salah repot sekali.

9. Bayang-bayang masa lalu
Wah, puitis sekali, saya suka sekali dengan yang ini. Karena apa? Kita selalu penuh memori kan? Apa yang kita lakukan, masuk memori kita, minimal sebagai pertimbangan kita untuk langkah kita berikutnya. Apalagi kalau kita pernah gagal, nggak berani untuk mencoba lagi. Ini bisa balik lagi ke penyakit nomer-3. Kegagalan sebagai akibat bayang-bayang masa lalu yang tidak terselesaikan dengan semestinya. Itu bayang-bayang negatif. Memori kita kadang- kadang sangat membatasi kita untuk maju ke depan. Kita kadang-kadang lupa bahwa hidup itu maju terus. "Waktu" itu maju kan?. Ada nggak yang punya jam yang jalannya terbalik? Nggak ada kan? Semuanya maju, hidup itu maju. Lari aja ke depan, kalaupun harus jatuh, pasti ke depan kok. Orang yang berhasil, pasti pernah gagal. Itu memori negatif yang menghalangi kesuksesan.

10. Menghipnotis diri dengan kesuksesan semu
Biasa disebut Pseudo Success Syndrome. Kita dihipnotis dengan itu. Kita kalau pernah berhasil dengan sukses kecil, terus berhenti, nggak kemana-mana lagi. Sudah puas dengan sukses kecil tersebut. Napoleon pernah menyatakan, "Saat yang paling berbahaya datang bersama dengan kemenangan yang besar". Itu saat yang paling berbahaya, karena orang lengah, mabuk kemenangan. Jangan terjebak dengan goal-goal hasil yang kecil, karena kita akan menembak sasaran yang besar, goal yang jauh. Jangan berpuas diri, ntar jadi sombong, terus takabur.

07/05/12

Ouch! Tempat ini, Aha!

14.13 8 Comments

UGM punya perpus baru, maksudnya baru direnovasi.
Nah, suatu saat karena kegalauan yang tidak berkunjung reda antara saya dan teman saya yang kebingungan mau cari tempat yang cozy dan asik buat ngerjain ShitCripShit, maka jadilah kita pasrah buat ke perpus kampus ajah. Memanglah di perpus tidak hanya memiliki satu misi untuk berjalan lurus ngerjain, tapi juga ada agenda tambahan, foto!

Sore setelah capek banget berhadapan dengan layar dan buku-buku akhirnya kita eksplore perpus yang masih kicir-kicir ini. Kita naik semua lantai, gak puas hanya sampai lantai 5, kita naik lagi satu lantai yang merupakan lantai paling atas dan di sana nggak ada satupun makhluk hidup berwujud manusia. Tulisan STAF ONLY banyak banget ditempel di tembok2 ruangan. Nekat. Ternyata si lantai 6 ada pintu yang aduhai, karena dari pintu itu kita bisa melihat awan-awan dilangit (opo sih). Dan Kita... poto-potooo

Perpus dari samping
Ini Penampakan Perpus UPT UGM dari bawah. Keyek uhh Keyen






Di depan aku itu, Pucuk Gedung GSP

Sunset Cuuy

Ini temanku waktu merpus, Gak tau dia lagi ngapain


See, itu gedung FEB yang menjulang itu lhooo...

Aku gak mau kalah buat foto :)

Asikk kayak gini-gini aja













Postingan kali ini memang Narsis, Byeeee :P

Credit By :
- Yuar
- Echa

Drama Lee : Same Mistake

12.34 0 Comments

Ini benar-benar menjengkelkan. Sudah 2 malam aku tidak bisa tidur. Sepertinya mimpi buruk ini akan menjadi kenyataan, apa sudah menjadi kenyataan? Rasanya aku sudah melakukan yang terbaik yang pernah aku usahakan. Tetapi mengapa semua menjadi berantakan? Apa aku melakukan kesalahan?

Aku lihat semua orang menghindar, tetapi mata mereka mengejar. Menusukku tanpa ampun dari berbagai arah. Katakan! Katakan siapa dalang semua ini! Sepertinya aku dijebak. Ini tidak mungkin, aku tidak mungkin melakukan kesalahan. Semua urutan aku lakukan dengan benar, dan menerapkan perlakuan terbaik yang pernah aku pelajari.

Aku meminta beberapa orang terdekat untuk menyelidiki, seperti apa wajah penjahat itu, wajah penghianat yang menjebakku. Karena aku yakin tidak ada kesalahan yang aku lakukan. ‘Seperti apa dia?’ teriakku. Aku yakin orang-orang terdekatku ini tahu apa yang terjadi dan mereka menyembunyikan itu dariku. Tetapi orang terdekatku justru memandangku nyinyir, ‘seperti kamu’. Setengah berbisik mereka mengatakan. Dadaku serasa ditusuk, apa maksudnya?

Oh, dunia! dunia! Apa yang terjadi? Apa aku tertidur lama sehingga begitu banyak yang terlewatkan? Apa aku hilang ingatan sehingga tidak tahu apa yang aku lakukan? Atau justeru mereka yang gila dan tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah? Mengapa siklus ini terulang lagi, padahal aku benar tetapi orang selalu beranggapan bahwa aku salah. Ini tidak bisa diterima, pasti ada yang tidak suka denganku kemudian menfitnahku. Sekali lagi aku bergerak sendiri, aku sudah tidak bisa percaya lagi dengan mereka. Siapapun itu, bahkan orang orang terdekatku.

Malam ketiga dan aku masih tidak bisa tidur. Padahal badan sudah luar biasa lemas, tetapi badai besar yang mengacaukan perasaan dan pikiranku tidak pernah membiarkan aku istirahat, pandanganku kabur, konsentrasiku buyar. Putus asa karena tak juga bisa terlelap aku bangun dari tempat tidurku dan berdiri di depan kaca pembatas antara ruang tidurku dengan kamar mandi, disana aku melihat bayangan wajahku yang kumal berantakan. “Siapa?” kataku pada kaca itu. “Seperti apa dia yang mengacaukan semuanya dan menjebakku?”. Lama aku tatap bayangan wajah di kaca itu. “Seperti kamu”. Mulutku serasa berkata sendiri tanpa aba-aba, datar pelan dan jelas. Aku kaget begitu menyadarinya, apa yang baru saja aku katakan? Aku melihat bayangan wajah di kaca tampak muram, marah dan sedih yang bercampur. Apa ini?

Tidak! Aku tidak mau terima! Aku melempari kaca itu dengan barang apa saja yang ada di sekitarku. Aku tidak bisa terima! Ini sangat menjengkelkan, dadaku sesak penuh amarah, kepalaku pening luar biasa. Aku mencabiki rambutku dengan kedua tangan, kemudian merosot terduduk bersandar pada dipan kamar. “Tidak mungkin!” Aku memukul-mukul kepalaku. Pikiranku berputar pada potongan-potongan masa lalu, potongan dimana satu persatu teman-teman terbaikku menjauhiku dan meninggalkanku.


“Kamu gila Lee, kamu sadar nggak sih dengan apa yang kamu lakukan?”
“Ini demi kebaikan kamu, percayalah. Apa yang aku lakukan adalah tindakan yang benar, kau akan menyadarinya nanti”
“Kebaikan apa? Kau membuatku kehilangan semuanya! Berhenti deh merasa menjadi orang yang paling benar!”

“Mengapa kau merubah sistemnya, Lee. Kamu tahu akibatnya?”
“Sistem yang lama akan merugikan usaha kita pak, jadi saya membuat sistem yang baru yang lebih efisien”
“Efisien bagaimana? Kamu menghancurkan sistem yang sudah kuat, fondasi usaha ini akan berantakan!”
“Tapi pak, sistem inilah yang benar, dan…”
“Berhenti berceramah tentang yang benar dan salah! Otakmu perlu dibalik! Kamu dipecat!”

“Apa yang kamu lakukan Lee?”
“Aku mengurangi dosis obatnya  Ma, ini baik untuk kesehatan Ilan”
“Kamu keterlaluan Lee, adikmu harus masuk ICU lagi”
“Tapi Ma, sampai kapan Ilan akan mengkonsumsi obat terus? Aku menguranginya agar ia tidak terlalu tergantung dengan obat-obatan itu”
“Ini tidak seperti sakit yang kamu kira Lee”
“Ma, percaya padak…”
“Berhentilah merasa benar Lee!”



“Belajarlah Lee, apa yang kamu lakukan itu salah!”



“Lee, cukup! Aku tidak tahan. Jika kamu masih bersikukuh dengan keyakinanmu, lebih baik kita berpisah”

“Mengapa sih kamu sulit banget menerima pendapat orang lain Lee? Mereka tidak selamanya salah, dan kamu tidak selamanya benar“


“Keterlaluan Lee, semua berantakan! Semua gara-gara kamu Lee! Gara-gara keegoisanmu, merasa selalu benar”

Dan aku membuat kesalahan lagi :merasa benar sendiri. Sampai saat ini, tidak ada orang yang benar-benar disampingku.

03/05/12

Berbagi Kopi

14.10 0 Comments



Hutan ini luas bukan?
Seharusnya kita berteriak minta tolong terperangkap di hutan bambu maya yang entah dimana ujungnya.

Tapi lihat,
Langkahmu pun tak mengikuti langkahkau.
Kita berpencar berjalan sendirian.
Melalui batang-batang bambu itu kita utarakan,

|
|
|

Semua percakapan tidak hanya menjadi sebuah bayangan.

|
|
|

Nyatanya kita telah duduk berdua dalam waktu yang lama tak terbantahkan.

|
|
|

Dengan kopi yang selalu kita bagi.
Entah itu Panas, Hangat, atau sudah berubah dingin.

|
|
|

Nyatanya kita saling tahu tanpa harus bertemu.

|
|
|

Diantara buku-buku batang bambu yang menelisap dalam kata-kata

|
|
|

Kita bangun rumah antilara.

|
|
|

Berbahagia.

|
|
|

Tanpa peduli umurmu berapa.
Berbahagia saja.



Untuk Partner semata wayang, si peracik Sekotak Kopi Puisi.

Have a Problem?

13.18 3 Comments
Mari flasback sejenak, masalah sih udah suatu hal yang sangat biasa kita alami. Sejak kita kecil sebenarnya kita sudah terbiasakan dengan ketidak singkronan antara das solen dan das sein ini. Mulai dari ketika bayi, merasa laper atau tidak nyaman tetapi belum bisa ngomong maka yang dilakukan si bayi adalah menangis. Itu cara dia menyelesaikan masalahnya.


Beranjak dewasa, ada hal-hal yang sebelumnya dianggap masalah sekarang sudah tidak menjadi masalah lagi. Awal masa remaja ada yang merasa terganggu dan marah jika ada orang yang mengkritik tentang penampilan atau perilaku kita. Kemudian semakin dewasa kita kemudian menyadari bahwa kritikan itu bukan untuk menghancurkan atau menjelekkan, tetapi justru untuk kebaikan. Maka kemudian kita menyadari dan berlapang hati (Kalau bahasa Bima 'Kalembo Adhe') dan belajar untuk menerima kritikan itu. 


Dua hal itu sebagai contoh saja. Sekarang dalam saya, hal yang dikatakan suatu masalah adalah jika benar-benar menganggu masalah stabilitas atau kelangsungan hidup dan perasaan kita. Menganggu stabilitas hidup misalnya ada kasus yang menjerat kita dan harus beurusan dengan pihak yang berwajib (ekstrim) atau masalah-masalah administratif yang berhubungan dengan sistem. Nah, masalah yang menganggu stabilitas perasaan ini biasanya masalah-masalah personal-interpersonal yang berhubungan dengan orang lain. Perlu digaris bawahi bahwa orang lain disini adalah significant other  yaitu orang yang penting dalam hidup kita. Entah itu keluarga, teman, sahabat, atau orang yang kita sayangi.

Ini aku mau bahas apa...
O ya, 

Ini tentang bagaimana orang menghadapi suatu masalah.
Persepsi seseorang berbeda dengan orang lain dalam memandang sesuatu. Ada hal-hal yang sebenarnya tidak kita anggap sebagai masalah, tetapi ada yang menganggap sebagai masalah. Seperti yang tiga contoh yang saya utarakan tadi, tentang bayi menangis, menerima kritikan dan masalah yang menganggu stabilitas. Ini memang tergantung dengan kematangan seseorang tersebut. di sekitar saya banyak yang masih dalam tahap 'menerima kritikan' itu. Saya terangkan lebih lanjut, tahap menerima kritikan itu adalah kita menganggap itu suatu masalah hanya karena kita merasa tidak nyaman, tetapi tidak sampai menganggu stabilitas kehidupan dan perasaan. Dan menurut saya ini adalah TAHAPAN REMAJA. Tidak berlaku untuk usia dewasa awal.


Kalau masih suka terganggu dengan masalah-masalah kecil nggak penting, mungkin kita kurang belajar atau malah saking besarnya ego kita tidak mau belajar untuk memahami keadaan-keadaan seperti itu.



Ini yang penting, menyelesaikan masalah!
Biar lebih simpel, aku rasa ada tiga tipe menyelesaikan masalah;
  1. Tipe anak-anak : Bayangkan apa yang terjadi jika anak tertimpa masalah misalnya kehilangan mainannya? atau ditinggal pergi teman-temannya bermain? Menangis, berteriak, mengamuk. Masa anak-anak kognisi dan emosinya belum sampai bisa memahami keadaan yang menimpa dirinya dan orang lain. Sehingga respon yang diberikan adalah respon spontan. Anak-anak belum bisa mengutarakan apa yang dirasakannya dan apa maunya, makanya baiklah kita jika suatu saat menjadi ibu, ajarkan anak kita untuk mengungkapkan apa yang mereka inginkan meskipun sebenarnya kita sudah tahu apa yang mereka inginkan. Ini penting untuk masa depan anak. Nah, lihat diri kita deh, apa masih 'sulit' mengungkapkan apa yang kita inginkan dan apa yang membuat kita tidak nyaman? kemudian kalau ada masalah langsung ngambek diem nangis atau triak2? That's so childish.
  2. Tipe remaja : Remaja masih bisa diajak kompromi, tetapi kecenderungan remaja lebih ke ledakan emosi. Jadi hal yang semula kecil bisa menjadi sangat besar. Kalau dia marah akan menjadi sangat marah dan kadang bertindak diluar nalar, jika dia disakiti maka ia akan balas menyakiti dengan kesakitan yang berlipat-lipat. Atau dia akan menjadi sangat defensif, jika terjadi masalah dia akan sangat menyalahkan dirinya sendiri dan menarik diri dari lingkungan sosial karena ia merasa tidak diterima oleh peer groupnya. Namun remaja yang memiliki family support atau peer suport yang baik akan belajar menghadapi masalah dengan cara yang lebih baik, dengan jalan kompromi. Meskipun gejolak emosinya juga sama besar, remaja ini mampu menahannya karena ada support system yang ia miliki.
  3. Tipe Dewasa : Kompromi. Ciri-ciri seseorang yang matang dan dewasa ia mampu mengontrol emosi dan perilakunya. Ia mau melihat kejadian yang menimpanya dengan beberapa sudut pandang, mau memahami keadaan orang lain, berani berhadapan dengan emosi, mau menyadari kesalahan dan meminta maaf. Mau memberi masukan dan kritikan.



Yang perlu diingat :
Menyelesaikan masalah itu tidak hanya dari satu sisi, tetapi dua sisi. Keduanya harus saling mengkonfirmasi atas usaha penyelesaian masalah itu. Kalau dianggap selesai, ya katakan itu, kalau masih butuh waktu, katakan masih butuh waktu. Dan Menyelesaikan masalah tidak hanya melalui satu jalan, tetapi ada dua jaln dan dua-duanya harus ditempuh,
  1. Emotional coping, meminta maaf, berterima kasih, menyadari kesalahan, mengatakan apa yang memberatkan hatinya, mengatakan apa yang membuatnya tidak enak, dan membicarakan masalah yang terjadi. Sebagian orang takut untuk mengadapi situasi emosional dan memilih untuk diam. Aku katakan itu tidak akan menyelesaikan masalah. Diam hanya akan membuat masalah itu terpendam (bukan terselesaikan) dan akan menjadi unfinish business. See? Orang yang mengalami gangguan jiwa sebagian adalah orang yang memiliki unfinish business. Orang jawa memang tidak terbiasa dengan hal-hal emosional seperti ini, tetapi percayalah menghadapi emosi jauuuh lebih baik daripada menghindarinya.
  2. Problem Coping. Ini baru penyelesaian masalahnya yang terjadi. Yang salah dibenarkan, yang rusak diperbaiki, yang hilang dituker.
Aku lemes nulis sebanyak ini. Kalau ada pertanyaan, silakan di komen saja, Insya Allah ada feedback :-)