Picture |
Aku tidak sedang sembunyi. Tidak sedang melarikan diri. Tidak
juga menikmati kesendirian diri. Aku hanya sedang disini. Di padang rumput yang
menjuntai, matahari sore, dan angin sepoi. Di tempat rahasia yang tidak
diketahui manusia lain.
Ada yang lain dari padang rumput
yang ada disini. Mereka begitu menggoda, menarikku seperti gravitasi,
mencanduiku untuk selalu kembali. Tidak, aku tidak memiliki kenangan apapun
dengan siapapun di tempat ini. Dan yah, aku memang bukan orang yang menitipkan
kenangan kepada alam. Daun-daun hijau ini memiliki daya pikat yang aku juga
tidak mengerti, hingga ketika pulang, aku tersadar banyak sekali yang aku
tinggalkan, yang aku acuhkan, dan yang aku korbankan demi bisa berada di tengah
padang rerumputan ini. Kemudian aku menjadi semakin tersadar, mungkin ini
sedikit berlebihan atau aku sudah mulai tidak masuk akal. Ketika seseorang
seketika marah karena ternyata aku tidak menepati janji untuk menemuinya,”kemana saja? Apa yang kamu lakukan? Sedang
ada masalah yang lebih pentingkah?” dia mengatur agar tidak terlihat marah,
tetapi matanya yang merah tidak bisa membohongi. Saat itu aku merasa bersalah.
“ke suatu tempat” jawabku. Tentu saja
aku tidak mengarang jawaban agar ia senang, tetapi deretan kata itulah
satu-satunya yang ada di kepalaku. “untuk
apa? Menemui siapa? Apa yang kamu kerjakan disana?” ditelingaku,
kata-katanya bagaikan ceracauan. “tidak
melakukan apa-apa, tidak menemui siapa-siapa, tidak dengan tujuan apa-apa. Aku
hanya ingin disana” Aku tidak tahu apakah ia paham maksudku. Tapi lihat,
seluruh kata itu adalah kejujuran. Dia geram, menatap mataku seperti ingin
menerkam, dan meninggalkanku begitu saja.
Aku jadi berfikir, tentang apa
yang telah terjadi. Saat ini, tidak tau mengapa hanya padang rumput itu yang
mengisi pikiran. Tidak, bukan tentang sensasi yang diberikan padang rumput yang
menjadi candu. Sensasi seperti rasa tenang, damai, segar, syahdu atau yang
lainnya. Perasaan seperti itu bisa saja aku cari di pantai atau dengan
melakukan meditasi. Tapi ini candu yang lain. Aku hanya ingin disana, itu saja.
Semakin hari aku menelisik apakah ada yang lain yang aneh dari tempat ini
sehingga aku merasa terhipnotis untuk selalu kesini. Kemudian aku menemukan
suatu kejanggalan, helaian rumput yang ada disini bercabang dua. Aku
terperangah ketika menyedari hal ini. Aneh sekali, tidak sekalipun sebelumnya
aku menemukan rumput yang bercabang. Aku semakin mengamati rerumputan
disekitarku, hampir semuanya bercabang. Yang tidak bercabang akan terlihat
lebih layu dan mengering. Tempat ini memang aneh. Dan yang lebih mengejutkan,
tanah tempat tumbuh rerumputan itu berwarna biru. Bukan tanah, tapi seperti
pasir, pasir berwarna safir yang lembut dan halus. Pasir ini begitu tidak
terlihat karena rimbunnya rumput, hanya ketika kau menyibaknya kau akan melihat
pasir itu. Diantara pokok beberapa rumput
ada yang berbunga, bunga seperti dandelion yang berukuran sangat kecil.
Aku menatap bunga itu dan tdak menemukan keanehan, sama seperti bunga pada rumput
umumnya. Spontan, aku memetiknya satu. Hal mengejutkan lagi, bunga itu tidak
seperti kapas seperti pada bunga rumput lainnya. Dia lebih kerasa seperti
terbuat dari chrome, ketika menggengam atau merepas bunga itu ditelapak
tanganmu, maka tanganmu akan terluka oleh sayatan bunga. Dan bunga ini
menimbulkan suara germerisik yang aneh ketika tersapu angin.
Aku memandang kesekeliling padang
rumput ini. Tidak telalu luas, di bawah sana terlihat sesawahan yang lebih luas
dan rumah-rumah warga. Aku tidak yakin bahwa ada hal tak kasat mata yang selalu
menarikku kesini, dan itu berarti meninggalkan lingkunganku sebelumnya. Aku
tidak tahu perasaan apa yang sedang aku rasakan disini, tidak sedih, tidak
tenang, tidak bahagia, tidak kesepian. Tapi terasa kosong, seperti tidak
merasakan apa-apa, seperti tidak ada apa-apa yang akan terjadi. Seperti
kehilangan kemampuan untuk merasa.
Aku tidak sedang sembunyi. Tidak sedang melarikan diri.
Tidak juga menikmati kesendirian diri. Aku hanya sedang disini, di padang
rumput ini.
Apa kamu mengerti, maksudku?