Follow Us @soratemplates

11/12/13

Ziarah Kenangan



Aku ingin berjalan melewati padang ilalang,
Melihat cahaya yang menembus celah-celah dedaunan
Aku ingin merasakan hangat matahari dan sumringah angin pagi

Aku ingin berlari di jalanan,
Merasakan hujan yang membuncah seperti anak kecil berlompatan
Aku ingin menari, meneriaki  setiap kegamangan dan kesedihan
Tapi aku tak menemukan…


Kepada mereka yang menitipkan kehidupan pada sinar pertama matahari
Kepada mereka yang menjadi rindu ketika hujan tidak lagi bersembunyi
aku sendirian mencari lembaran-lembaran ingatan yang menyimpan kenangan tentang rasa kehidupan
tentang hujan, laut, matahari, pelangi, bintang.
yang kutemukan adalah bekas uratan ngengat dan serbuk jamur yang berbau menyengat
aku tidak bisa mengingat kenanganku sendiri

Segala kebahagiaan itu telah mati, dan aku tidak menyimpan fotonya sama sekali
Segala kesedihan itu telah henti, dan aku tidak menyimpan catatannya sama sekali
Aku mencari di lemari-lemari, di buku-buku diary, di status facebook yang tersembunyi, atau di tumpukan erang yang terekam dalam mimpi.
Aku tidak memiliki.

Mungkin ada di tempat lain,
Mungkin aku akan menemukan diriku di ingatan-ingatan orang lain.
Mungkin aku akan menemukan kenangan-kenanganku di album foto orang lain
Mungkin aku akan mendengarkan ceritaku dari bibir-bibir orang lain.
Aku merasa miskin, begitu fakir, bahkan kenanganpun tidak pernah mampir.

Pada abad-abad kelam aku ingin mengulang,
Tertawa di tengah padang, menangis dikala hujan.
Mengulang semua kisah menang dan kesyahduan.
Tapi tidak ada yang lebih menyedihkan selain matinya ingatan, dementia yang tak tertangguhkan.
Aku tidak memilikinya, kenangan-kenangan itu, aku tidak pernah memilikinya.

Pada hari-hari yang menjulang aku ingin mengulang, sesuatu yang sepertinya pernah aku lakukan.
Menceburkan diri di laut, berteriak di pinggir jurang, mengacungkan jari pada pelangi, menunjuk-nunjuk bintang, menangis di tengah hujan.
Yang sepertinya pernah kulakukan.  120 KM/Jam di dini hari. Begadang di warung kopi sampai pagi. Menjuali barang-barang untuk pensi. Menjahili teman hingga ia melarikan diri ke kamar mandi. Berjalan sendiri di jalan-jalan sepi. Membuat puisi untuk kekasih hati. Meninggalkan pekerjaan demi organisasi. Mendekati dosen agar dimaafkan ketika tugas tak sesuai janji.
Tetapi aku mulai meragukan, itukah kenangan atau angan-angan? Asing. Seperti membacakan buku cerita karangan orang lain kepada diri sendiri dan meyakinkan bahwa itu adalah karangan sendiri.
Selalu tidak ada yang lebih patut di dukai daripada kenangan yang telah mati, menciut karena mekanisme pertahanan diri (atau karena orang-orang yang tidak peduli?). Ingatan-ingatan itu sudah mulai tak sepadan. Nyata dan khayal tak bisa dibedakan.
Mungkin itu hanya angan-angan. Ingatan yang tidak pernah kesampean. Kejadian yang tak pernah ada dalam kehidupan. Mungkin aku hanya berkhayal, terlalu banyak berkhayal.


Saat ini aku ingin sendiri. Aku selalu ingin sendiri. Kepercayaanku kepada orang lain direnggut kebiadaban pikiranku sendiri.

Aku yang membakar fotonya, aku yang mencuci rentetan cerita di catatan kenangannya, aku yang menghapus semua kronologi di dunia maya. Aku yang membuang tokoh ‘aku’ bahkan di catatanku sendiri.  Aku yang  yang memotong sirkuit memory di kepala.

Setelah tidur panjang, aku ingin mengulang. Seolah semua bisa dimulai dari awal. Seolah Tuhan selalu merestui setiap keinginan. Di depan cermin, aku pura-pura tidak melihat wajah kemunafikan. Di dalam catatan, aku melewatkan seluruh kenaifan.

Kini aku di tengah jalan yang lenggang. Tapi aku takut dan ingin segera pulang.
Pada malam hari aku sudah duduk di warung kopi, tapi aku tidak bisa berhenti menatap arloji.
Bagaimana bisa 120 KM/Jam, berjajar dengan motor lain saja membuatku ketakutan.
Aku sungguh tak mengerti, ini seperti bukan diriku sendiri.

Di tengah padang aku merentangkan tangan, tapi aku malu dilihat orang.
Di antara pelangi aku ingin mengacungkan jari, tapi aku terus menahan diri.
Di bawah bintang aku ingin berbenah, tapi aku justeru memilih rebah.
Di pinggir laut aku ingin menghempaskan diri, tapi aku takut dengan air yang tinggi.
Di tepi jurang aku ingin berteriak lantang, tapi aku takut ada orang yang mendengar.
Ditengah hujan aku ingin menangis hingga habis, tapi aku tidak ingat bagaimana cara menangis.

Aku tidak ingat.

Mungkin aku hanya akan duduk mencatat. Mencatat hal-hal yang tidak bisa kuingat. Mungkin aku akan rutin menziarahi, kenangan yang tidak pernah terjadi.

Tidak ada komentar: