Memasuki jeda dan aku masih ingin menyebut namamu sekali
lagi,
Menangkupkannya ke dalam kedua telapak tanganku,
Melafadzkan aamiin dan
membasuhkannya ke mata.
- Hey, aku membatinkan namamu setiap kali.
Seperti ritual yang lima kali sehari.
Bahkan lebih banyak.
Semakin banyak.
Kemudian, dalam jeda seusai berdoa,
Jemariku menekuk,
Kerut hijau halus mencabang dipunggung-punggung tangan.
Aku bertanya darimana datangnya air mata?
Dan jeda yang juga terisi itu, diantara aamiin dan aamiin,
Yang selalu terulang ke esokan harinya, ke esokan harinya.
Mungkin namamu juga sebanyak tasbih yang mencuat dari lingkarang jariku,
Atau Ar-Rahman yang mengulang fabi ayyi 'ala irobbikuma tukazziban.
Agar tidak lupa, bahwa nikmat melimpah sempurna
Juga namamu, kuulang dalam doa-doa.
Agar Tuhan akan tidak lupa untuk mengabulkannya
(Ah, Tuhan tidak pernah lupa dan memang Maha pengabul doa)
Setidaknya, itulah yang mampu aku lakukan: mendorong namamu agar berada di list pertama daftar terkabulnya doa.
Dalam jeda, ada ketakutan yang bangkit di dalam dada.
Sehingga terucapnya namanu bersamaan dengan menetesnya air mata.
Dan, Tuhan adalah harapan satu-satunya,
Yang merangkai-ku- dan-mu- dalam doa.
Karena ketidak-mampuanku begitu menggerus batin,
Tanganku tidak bisa menjangkaumu,
Mataku tidak bisa melihatmu,
Telingaku tidak bisa mendengarmu,
Mulutku tidak bisa memanggilmu.
Adakah isolasi yang semengerikan ini?
Ketika aku sedikit tenang karena jemariku masih bisa mengetikkan namamu,
Menulisnya dalam suatu prosa, puisi atau sekedar frasa-frasa.
Kemudian membacanya untuk diriku sendiri,
Dan menghidupkanmu dalam fantasi.
Kamu seperti ada disini, lagi.
Tapi itu fantasi!
Tapi kemudian aku terantuk keadaan,
Satu dua Jemariku tidak dapat digerakkan,
Aku diserang kekakuan yang tidak bisa dijelaskan.
Menjalar melumpuhkan.
Aku tidak bisa menggapaimu dalam prosa, puisi atau frasa-frasa, lagi.
Darimana datangnya air mata, aku masih bertanya.
Pada tiadanya kamu atau karena ketidakmampuanku.
Kemudian ku gulir kepada Tuhan,
Jeda yang dulu mengisi sela-sela doa.
Namamu mengisi disana.
Agar Ia (Tuhanku) suatu saat bisa menyampaikan:
"Daaa......, Selamat tinggal"
Aku harus belajar merelakan.
6 komentar:
Siapa? yang pergi ??
Siapa lagi kalau bukan diaaaa.... haha
sapa ni yuar?
Ini hanya cerita mif :-)
Ya ampun, ternyata km tau blogku juga. Makasih kunjungannya.
bagus banget kata2nya.. :) , Salam kenal...
Terima Kasih banyak, salam kenal juga :-)
Posting Komentar