Follow Us @soratemplates

26/07/12

Mencintai Muhammad (SAW) -1-





4 tahunan lalu, aku mendapati diriku berada dalam lingkungan yang mengharuskan mengidolakan Muhammad, Nabi Muhammad SAW. Aku inget banget kesan itu aku dapatkan pertama kali saat melakukan wawancara pengurus baru Rohis. Dalam lembar biodata yang kami gunakan untuk wawancara terdapat kolom pertanyaan 'siapa idolamu'. Sebagian besar calon pengurus yang mendaftar menuliskan 'Nabi Muhammad SAW' sebagai idolanya. Yah, aku sih memaklumi, karena memang mereka mau masuk Rohis, apa jadinya kalau calon pengurus tadi menulis Boyzone, Westlife, Eminem dsbg sebagai idola mereka? diketawain, meskipun itu jawaban jujur dari mereka. Karena disana aku juga melakukan wawancara, pastilah tak tanya apa yang membuatmu mengidolakan Nabi Muhammad, dan persis dugaanku, jawabannya tidak ada yang spesifik : karena Nabi Muhammad adalah teladan yang harus kita ikuti dan idolakan. Normatif.... sangat normatif. Sepertinya anak-anak baru ini tidak terlalu paham dengan arti kata 'idola'. Ketika aku minta memberikan contoh perbuatanna yang membuatnya mengidoakannyapun jawabannya juga sangat umum: beliau baik, penuh kasih-sayang, dsbg. Kesimpulanku, dia tidak mengenal Muhammad (SAW).


Begitulah yang terjadi pada training yang kami selenggarakan beberapa hari berikutnya. Trainer dengan mantap mengatakan bahwa kalau kita mengaku orang islam, harus mengidolakan Muhammad SAW dan sahabat-sahabat nabi. Pikirku, idola kok dipaksa-paksa, ya suka-suka orang lah mau ngidolain siapa. Tapi itulah yang terjdi di lingkunganku waktu itu, kalau tidak mengidolakan Muhammad SAW bisa dikatakan Islamnya nggak bener-bener. Jadi dalam lingkunganku waktu itu, idola kita adalah sama Muhammad SAW, terlepas benar-benar mengidolakannya apa tidak.

Aku sendiri, pada saat itu tidak terlalu mengidolakannya. Pengethuanku tentang Nabi Muhammad paling juga seperti anak-anak yang aku wawancara tadi, normatif. Dan batasan itu tidak cukup untuk menjadikannya idola. Bayangkan anak-anak yang menidolakan artis koreanya, merekaa rela melakukan apapun demi bisa melihatnya, mengorbankan banyak harta, bela-belain bolos sekolah, repot ngurusin ini itu, sampe ada yang menyayat tangannya untuk mencuri perhatian sang idola. Pernahkah? 


Jujur saat itu aku sama sekali belum pernah nangis-nangis untuk nabi Muhammad, apalagi berdoa agar dipertemukan sama beliau. Saat itu aku hanya memiliki kemauan yang sederhana, mengenalnya sehingga bisa mencintainya. Tapi apa daya, Sirah Nabawi, buku kisah Nabi Muhammad yang terpisah-pisah sampai artikel-artikel tentang beliau tak juga mengenbangkan hatiku untuk mencintainya. Berkali-kali Sirah Nabawiyah tak baca, baru beberapa lembar sudah bosan luar biasa karena isinya hadis dan tulisan arab. Inti cerita jadi sangat mudah menguar ke udara, hilang seketika.

Tidak ada komentar: