Follow Us @soratemplates

20/07/13

Beban


Beban. Aku berfikir mengapa manusia menyebut masalah dengan sebutan beban. Hal-hal kecil yang menumpuk, hal besar yang menghantam. Hal-hal kecil yang tak disadari  dan hal besar yang menggoncang. Mengapa manusia menyebut masalah sebagai beban adalah karena terasakan. Masalah akan dihitung secata kuantitaif dan bisa di tulis diatas kertas dikalkulasikan melalui SWAT, dan kamu bisa mendapat jawaban mengatasi masalahmu, seketika. Beban, bahkan bisa terasa meskipun masalah itu telah selesai. Beban kadang ada tanpa kita menyadari apa masalahnya. Mungkin, itu mengapa manusia menyebut sebagai beban.


“Yang sabar” adalah ucapan yang biasanya diberikan seseorang kepada orang lain yang tertimpa masalah. Bukan, bukan tertimpa masalah, tetapi yang memikul beban. Karena, jika seseorang tertimpa masalah maka nasehat yang tepat adalah ‘selesaikan masalahnya, bertindaklah’.


Memikul beban. Berbeda dengan memikirkan masalah. Beban bukanlah sesuatu yang kamu gendong kemudian kamu letakkan sebentar untuk istirahat kemudian memikulnya lagi. Tidak bisa. Beban adalah hal yang harus dibawa-bawa teruuus, hingga sampai tujuannya. Bahkan dibawa hingga liang akhirat. Masalah? kadang kamu lupa kan kalau kamu ada masalah?


Manusia banyak menanggung beban. Aku juga menanggung beban. Menggendong beban kemana-mana tanpa bisa berhenti sebentar atau meletakkannya sebentar. Melelahkan. Menjemukan. Membuat frustasi dan depresi.


Tapi Tuhan berkata bahwa “hanya orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas”.  - Entahlah, hubunganku dengan Tuhanku memang terasa aneh. Aku sering mempertanyakan apapun mengenai kehidupan. Aku merasa ketidakadilan. Aku merasa ketidak singkronan (akan saya tulis di postingan berikutnya) yang tidak aplikatif, yang tidak humanis antara konsep Tuhan dengan konsep manusia. Aku pernah protes mengapa manusia diciptakan berbeda, kan kasihan yang tidak beruntung secara fisik, lahir dari keluarga tidak jelas dan miskin, dengan gen dan IQ yang berbeda, kemudian mereka semua sama-sama bertarung di satu dunia. Di dalam sekolah misalnya, ada anak juara satu terus dan ada anak yang nilainya jeblok terus, tidak naik kelas terus. Kan kasihan. Mereka tidak memilih untuk lahir dengan IQ tinggi atau jongkok. Betapa tidak adilnya. Aku pernah menulis hal semacam ini di status facebook. Malamnya ketika mengaji dan seperti biasa membaca terjemahannya, disitu ada satu ayat yang mengatakan mengapa Allah menciptakan manusia dengan berbeda-beda. Ah, langsung dijawab saja sama Tuhan, fikirku. Untuk kasus tentang sabar ini juga sama. Aku mendapatkan konfirmasi ini begitu saja saat membaca terjemahan ngaji soreku- Tapi, kenapa hanya orang yang sabar yang mendapatkan pahala yang sempurna?


Dulu aku juga pernah memprotes kata sabar ini. Menurutku kata ini terlalu konseptuil dan tidak operasional. Sehingga, pun orang sering mengatakan yang sabar, tapi yang sabar itu bagaimana? Sabar itu apa? Bagaimana? 

Tidak ada komentar: