Follow Us @soratemplates

20/07/13

Sabar


Postingan ini mungkin masih bisa dikaitkan dengan postingan sebelumnya yang ini. Masih dalam pertanyaan yang sama. Mengapa justeru orang yang sabar yang mendapatkan kesempurnaan pahala? Tanpa batas? Mengapa sabar? bagaimana sabar?


Adhe. Hampir setiap hari datang ke kosku, kalau tidak mengajakku bertemu di luar. Seminggu bisa 4-5 kali aku pergi atau bersama dia. Dia adalah teman lepas, artinya bukan teman dari satu tempat yang sama (tidak sekampus, seorgansasi atau yg lainnya). Jadi otomatis jika Ia tidak sengaja datang atau janjian denganku, kita tidak akan pernah bertemu. Alasan mengapa Ia begitu sering menemuiku adalah hanya karena Ia ingin curhat. Curhat apa yang setiap hari, coba? Tetapi begitulah dia. Selalu saja ada yang diceritakan, selalu saja ada masalah-masalah baru yang muncul. Kantornya, rumahnya, pacarnya, pekerjaannya, teman-temannya. Tetapi Adhe, menurutku adalah orang yang ulet, orang yang berani menyelesaikan masalah (memang ada kok orang yang bukan tidak bisa menyelesaikan masalah, tapi tidak berani menyelesaikan masalah). Adhe selalu berusaha, dia selalu bertindak, dia selalu ‘menurutku’ ngurus banget jika ada sekecil-kecilnya masalah. Meskipun menurutku itu bukan masalah yang perlu dibesarkan dan jika kita abaikan saja masalah itu akan bisa dilupakan oleh semua orang. Contohnya ketika ada kesalahpahaman antara dia dengan teman kantornya. Biasa masalah sosmed. Adhe menulis sesuatu di sosmed dan teman-temannya merasa tersindir dengan tulisan itu, padahal Adhe tidak bermaksud menyindir siapapun di kantornya.


Adhe kemudian merasa diasingkan dilingkungan kerja. Ada yang berbeda dengan teman-teman kerjanya. Adhe pun menyelidiki. Dia men-stalk semua sosmed teman yang memperlakukannya sedikit berbeda. Dan ketemu! Ternyata ada yang tersinggung dengan salah satu postingan Adhe di sosmed. Akhirnya Adhe menemui satu persatu teman-temannya yang mengasingkannya secara terpisah. SATU PERSATU ditemui secara pribadi, satu persatu ditanyai mengapa mereka berperilaku berbeda terhadap dirinya, satu persatu Adhe menjelaskan letak masalah sebenarnya, satu-persatu ia mintai maaf. Aku memberi saran, kalau masalahnya sosmed ya tinggal bikin postingan baru untuk mengkonfirmasi postingan sebelumnya. Ternyata Adhe tidak mau saranku. Itu bukan cara Adhe menyelesaikan masalah. Adhe akan selalu begitu, bertindak, bertindak, bertindak. Menyelesaikan semua setuntas-tuntasnya.
Ternyata maskipun sudah dijelaskan satu-persatu, ada beberapa orang yang merasa tidak puas dan tetap bertingkah aneh.

Kurang sabar apalagi Yu aku menghadapi mereka. Ini tuh udah tak sabar-sabarin nerima perilaku mereka, udah tak sabar-sabarin untuk ngejelasin satu-persatu, aku sampe bingung Yu mau gimana lagi. Rasanya nggak nyaman banget diperlakukan seperti itu”.
Udahlah Dhe, yang pentingkan kamu udah ngejelasin letak masalahnya dengan baik-baik. Lagian juga ini  bukan salahmu kok. Mereka aja yang terlalu sensitif, suudzhon. Kamu kan memang nggak nyindir mereka? Udah untung kamu mau repot-repot jelasin ke mereka satu-satu. Kalau mereka bergeming dengan sikapnya, ya urusan dia kan?
Tapi Adhe tidak seperti itu. Hari berikutnya dia ngumpulin teman-teman yang masih memperlakukannya seperti orang asing. Adhe kembali menjelaskan, kembali menanyai mereka apa salahnya, kembali meminta maaf. Adhe mau semua selesai, setuntasnya. Dia akan selalu bertindak dan berusaha, tanpa mengeluh, tanpa protes, tanpa merasa keberatan (kecuali kepadaku, tentu saja).

Tuhan, apakah ini sabar?


***



Leana. Lebih jarang bertemu denganku. Mungkin dua minggu atau satu bulan sekali. Dia orang yang sangat santai, rame, dan sociable. “gimana udah diurus perceraiannya?” aku bertanya. Aku tau ini hal sensitif, tapi aku tau siapa Leana. Dia akan menjawab ini dengan santai.

Si bojo masih nggak mau ngurusnya. Yaudahlah...
“lah? Keluarga gimana? Gak ada yang maksa gitu buat segera ngurus?
Ya keluarga udah tau semua keadaanku sama bojoku. Mereka maunya emang kita segera cerai. Tapi gimana, bojoku kayaknya lagi asik ngurusin cewek barunya
lah, kamu masih tinggak di rumah mertua kan?”
iya…”
terus?
Ya selama mereka nggak keberatan nampung aku tidur disana ya gak masalah. Santailah. Masalah kayak gitukan nggak bisa diselesein buru-buru atau dengan marah-marah. Iya kecewa, tapi daripada aku stress ngurusin ini terus. Mending dibawa santai, di jalani dengan sabar. kalau pilihan dia kayak gitu, ya udah mau gimana? Yang penting aku kerja, bisa main, bisa ada tempat pulang, nggak stress… sabar aja ntar juga kelar masalahnya


Tuhan, apa yang ini sabar?

***


Nadia. Wanita yang sangat teguh, menurutku. Dia hanya akan minta ditemani kalau benar-benar butuh. Pendiam, teguh, tenang. Suatu malam Nadia minta aku untuk menemaninya tidur di kos. Menemani tidur di kos dalam kosakataku adalah akan mendengar banyak cerita ini itu, curhat ini itu, guyonan ini itu. Tapi Nadia berbeda, jika menemani, maka hanya menemani. Bada isya aku datang ke kos Nadia. Disana kita hanya makan, sholat, internetan, dan tidur. Nadia tidak banyak bicara, tidak banyak bercerita, dia hanya bercerita sedikit tentang organisasinya. Tapi aku tau kalau dia ada masalah dan pasti bukan masalah dengan organisasinya. Nadia adalah tipe orang yang akan menyimpan masalahnya sendiri. Ketika ia tidak tahan dengan masalahnya sampai tahap ‘rasanya ingin menangis terus’ dia hanya ingin ada orang disampingnya menemani malam harinya. Karena, jika tidak ada yang menemaninya di malam hari, maka dia akan nangis terus-terusan sampai tidak tidur. Aku sering kehilangan cara agar Nadia mau membuka diri dan menceritakan masalahnya.


Jam 10 malam Nadia sudah merapikan kasurnya untuk tidur, dalam hitungan sekian detik ia sempat melamun, dan kuambil kesempatan itu untuk menembak masalahnya, memaksanya membuka diri. 

“rumah lagi ada masalah ya?”
Dia melihatku agak lama, lalu senyum kecil.
“kenapa kamu nggak bilang ke ayahmu kala..u….”
“enggak Yu, aku nggak pengen jadi beban mereka”
“tapi kan kam…u…”
“gak papa. Aku bisa tahan kok. Aku bisa sabar sama ini semua”
“Naaadd…”
“tidur ya…”


Mungkin dari sejagat teman-temannya Nadia hanya aku yang tau masalahnya. Dan itu Cuma secuilll saja. Begitu sulit membujuk Nadia untuk bercerita. Mungkin karena berurusan dengan keluarga sehingga ia begitu sulit terbuka. Beban dari pertengakaran terus menerus antara kedua orang tua Nadia tertumpuk di pundaknya. Nadia memang selalu menjadi ujung tombak pertengkaran itu. Nadia sering tidak mendapatkan hak-hak sebagai anak karena orang tuanya lupa untuk memenuhinya. Dia juga sering menjadi korban keputusan sepihak yang dilakukan orang tuanya. Tapi Nadia selalu menurut, tanpa protes, tanpa mengeluh.
Setelah itu Nadia meringkukan dirinya dibawah selimut, menghadap tembok, membelakangiku. Aku masih scrolling medsos dari laptop. Malam-malam menemani Nadia adalah malam-malam yang membuat pilu. Seperti yang sudah aku duga, saat ini aku mendengarnya. Nadia memang sudah meringkuk tidur. Tapi itu bukan suara dengkur atau suara nafas orang yang tidur. Tapi suara sengguk yang ditahan. Begitu, dia tidur sambil menangis. Tapi apa yang bisa aku lakukan, kadang air mataku keluar sendiri tanpa aku sadari mendengar senggukan Nadia yang ditahan itu (padahal aku sedang scrolling medsos). Namun, sekecil-kecilnya hal yang bisa aku lakukan, akan aku lakukan. Mungkin hal itu adalah menemani malamnya dan mendengar senggukan tertahannya.


Tapi, Tuhan… apakah ini sabar?

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Sabar... smuanya sabar... hahahaa si Nadia itu.. :')

Unknown mengatakan...

Sabar... iia semuanya sabar.. suka sabarnya orang yg kedua.
astaga si Nadia itu.. :')
Eh yaa...
Maaf Lahir bathin mbak..
kapan2 aku doong curhat ke Mbak-nyaa.. ;;)