Mbak
Tata, kami menyebut wanita paruh baya itu . Dia adalah pencetus sekaligus
fasilitator utama Tata Sukma Mulia. LSM di desa Mbutuh, Boyolali. Sebenarnya
bukan LSM juga sih, karena semua pembiayaan dari mbak Tata, makanya kami para
volunteer sering beranekdot LSM sebagai Lembaga Swadaya Mbak Tata. Aku sendiri baru beberapa minggu disini,
sebagai freelance volunteer. Udah volunteer, freelance lagi! LSM ini sangat menarik dan belum aku temui selain
disini. Tata Sukma Mulia bukan lembaga untuk tujuan mensejahterakan anggota atau
membela keadilan seperti pada umumnya. Seperti namanya, kata mbak Tata waktu
memberikan pengarahan pada volunteer baru, Tata Sukma Mulia, Tata artinya
menata, mengatur. Sukma artinya hati, jiwa, pikiran, mental dan sejenisnya.
Mulia adalah tujuan hidup masyarakat Jawa, Urip Mulyo. Hidup dengan terhormat.
Aku kira dulu nama Tata Sukma Mulia itu namanya Mbak Tata, ternyata bukan. Nama
asli mbak Tata adalah Anggita Lestari,S. Psi. Tata Sukma Mulia adalah menata
jiwa untuk mencapai kemuliaan hidup. Begitu kira-kira.
TSM
kita singkat saja, merupakan LSM yang mendampingi para buruh di daerah Boyolali
dan sekitarnya dalam masalah psikologis berbasis keluarga. Jujur aku kesulitan
menjelaskannya. Karena kata psikologis bagi orang awam selalu diasosiasikan
sebagai suatu gangguan mental. Tapi begini, sebagian besar masyarakat desa
Mbutuh dan sekitarnya merupakan buruh pabrik garmen . Hampir 9 jam waktu mereka
dihabiskan di dalam pabrik, dari pagi hingga sore dengan libur hanya satu hari
dalam seminggu. Keadaan ini menjadi sangat stressfull
karena tuntutan kerja yang tinggi. Sebagian dari mereka adalah Ibu dengan satu
dua orang anak yang beranjak remaja, para suami biasanya berprofesi sebagai
buruh serabutan, petani, atau dagang. Gaji yang diperoleh dari buruh pabrik
tidak seberapa, hanya cukup untuk makan. Pun pengasilan dari buruh serabutan,
bertani, atau berdagang juga pasang surut. Tidak pernah cukup untuk merenovasi
rumah. Dengan tekanana kerja dan tekanan ekonomi seperti itu maka akan
berpengaruh pada kondisi emosi terutama mental kedua orang tua ini. Anak yang
beranjak remaja juga membutuhkan
bimbingan dan perhatian. Sedang waktu mereka bertemu dengan anak hanya
sebentar, hanya ketika sore atau malam hari dan pagi hari. Kadang pagi haripun
mereka tidak bertemu, karena sang ibu yang bekerja di pabrik harus berangkat
jam 5 pagi. Ketika bertemupun mereka semua, ya anak ya orang tua pasti dalam
keadaan lelah. Keadaan ini menjadi semakin menekan ketika ada masalah dalam
keluarga, pertengkaran sering terjadi, KDRT, usir-mengusir, hingga
perceraian. Apalagi pabrik juga sering
melakukan PHK seenak udelnya sendiri. Tanpa pesangon, dll. Tidak aneh jika
keluarga di daerah sini banyak yang tidak harmonis, ada saja pertengkaran, ada
saja masalah, ada saja kejadian kawin-cerai, anak hamil diluar nikah, suami
selingkuh, mabuk-mabukan hingga beberapa kejadian bunuh diri.
Untuk
itu mbak Tata yang juga warga Mbutuh dan pernah belajar Psikologi menginisiasi TSM ini, dengan prinsip konseling keluarga. Sebenarnya
pemerintah juga memiliki program yang hampir mirip. Dilunjurkan kira-kira tahun
2010 lalu. Nama programnya adalah LK3, Lembaga Konseling Kesejahteraan
Keluarga. Seperti lembaga pemerintah lainnya, program ini nggak sampai ke
masyarakat paling bawah, buruh. Maka TSM muncul sebagai LSM yang lepas dari
pemerintah.
Program
TSM dilaksanakan satu bulan sekali. Kebanyakan kegiatannya hanya senang-senang
atau didalam program ditulis dengan istilah quality
time family. Artinya, kegiatan ini
tidak hanya diikuti oleh anggota yang mendaftar, tetapi juga oleh seluruh
anggota keluarga inti yang mendaftar tadi. Jadi , anak dan suami atau isteri
diajak ikut serta. Kegiatan-kegiatan kecil seperti foto bersama, outbond, makan
ditaman, masak bersama atau lomba masak antar keluarga ternyata memiliki efek
yang menakjubkan dalam keharmonisan keluarga. Selain itu juga ada pendampingan
konseling intensif bagi yang memiliki masalah berat, sharing bersama –yang
didalamnya harus ada giving affection
antar anggota- , self disclose,
relaksasi, latihan kendali emosi, hingga pengajian dan penyuluhan. Tidak semua
kegiatan melibatkan anak atau pasangan tentu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar