Follow Us @soratemplates

07/03/13

Ingatkah, teman.

 
 
 
Ingatkah ketika berkumpul bersama, kita selalu tertawa? Bahagia bukan? Dimanapun aku berada aku akan selalu tertawa, ketika sedang bersama-sama mereka. Seolah ini adalah kehidupan yang sempurna, bahagia yang sempurna, persahabatan yang sempurna. Tapi aku takut, aku sangat takut. Hal yang paling aku takutkan setelah suara setan-setan adalah itu… kebahagiaan, aku takut akan kebahagiaan. Aneh bukan? Aku juga merasa aneh, tapi aku tidak bisa memungkiri aku sangat takut dengan itu. Kenyataan yang paling mengerikan adalah kebahagiaan. Aku menutupi ketakutan itu dengan tawa, dengan candaan bodoh yang sukarela, dengan perhatian penuh kepada mereka seolah aku menggengamnya dan tidak akan pernah melepaskannya, dengan seluruh pengorbanan dan sikap agar mereka nyaman, seolah kita sedang membangun surga.
|
|
|
Tapi semakin tinggi bangunan itu, semakin mendekati surga bangunan itu, aku semakin takut.
|
|
|
Takut itu semakin menguasai, takut itu semakin tak terkendali, takut itu semakin… mengambil alih.
|
|
|
Aku merobohkan bangunan itu dari bawah.
|
Aku menghancurkan pondasinya ke tanah.
|
Aku tidak merasa bersalah.
|
Aku tidak mempertimbangkan membangunnya lama dan susah.
|
Takutku tidak bisa kalah.
|
Aku tidak bisa mengendalikannya.
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tapi siapa yang tau dengan perasaan aneh seperti itu? Rasa takut akan kebahagiaan? Orang-orang pasti menyangkaku sebagai orang yang bersalah, berbuat gila dan minta perhatian. Kemudian tatapan orang-orang tampak seperti menyalahkan, menunjuk hidungku dengan begitu terang.
Lalu terjadilah apa yang aku takutkan, bangunan itu tak nyata. Tawa itu tak nyata, bahagia itu tak nyata, persahabatan itu tak nyata. Tak ada yang pernah menarikku untuk kembali percaya bahwa itu nyata. Maka terangkan bagamana caraku menjelaskan? Tapi lihat, mereka juga tak menanyakan. Tatapan mereka menyalahkan, untuk itu aku meninggalkan dan mereka juga meninggalkan, maka kita tidak pernah bertemu lagi. Tapi lihat, misalnya aku menjelaskan, adakah yang bisa paham?
Seperti juga teori belajar. Aku belajar. Memilah antara yang nyata dan yang maya.
Aku…
Aku…
Aku tidak bisa melanjutkan.

Tidak ada komentar: