Follow Us @soratemplates

07/03/12

Gadis Cantik Bermata Sipit


Hai, gadis cantik bermata sipit. Sudah berapa lama kita tidak bertemu?

Lihat betapa berbeda dirimu, wajahmu kuyu, matamu layu. Dan seperti seperti yang aku duga, kamu canggung melihatku. Kebetulan atau apa, setelah lama kita tidak berjumpa sekarang secara tidak sengaja kita ditempat yang sama, menunggu kereta.

Stasiun kereta ini bukan tempat yang syahdu untuk mengadu sendu, lihat betapa kau sangat berbeda kalau tidak dikatakan mencolok dari orang-orang disekitarmu, dari para penjaja makanan, pedagang asongan, penumpang yang berserakan di peron diantara tas-tas besar, wajah lusuh dan kelelahan. Sedang kamu duduk sendirian di kursi peron. Aku juga tidak habis pikir, mengapa tidak ada orang lain yang duduk di kursi panjang itu, setidaknya penumpang lain, dari pada ndlosor di lantai. Entahlah, sepertinya memang tempat itu ‘sengaja’ di kosongkan untukku. Kamu begitu terlihat tenang menikmati dirimu sendiri,  acuh dengan kegaduhan stasiun.

Entah mengapa juga begitu masuk stasiun mataku langsung tertuju ketempatmu duduk. Bagiku sikapku wajar karena aku memang mengincar tempat duduk itu, tapi kemudian kau menolehkan wajahmu ke samping kiri, kearah pintu masuk, kearahku. Sekian detik kita bertatap dan diam, tapi aku terus berjalan pelan. Canggung bukan? Canggung bukan main. Keadaan ini benar-benar tidak bisa dimanipulasi, aku tidak bisa pura-pura tidak melihat, atau tiba-tiba pergi melengos ke tukang asongan, ke kamar mandi atau apa. Itu cara lama saat dulu sengaja atau tidak sengaja bertemu, dan aku tahu kau pun juga sering melakukan itu. Tetapi sekarang berbeda, tatapanmu seperti menunjukku dan menyuruhku duduk disampingmu. Akhirnya, pada detik kesekian kau pun tersenyum pelan, reflek aku membalas senyum, sama simpulnya.


Apa kabar?

Aku menyapa duluan. Dan kau, simpul lagi. Seperti tahu bahwa ‘apa kabar’ adalah bahasa retorika yang tidak membutuhkan jawaban. Atau juga karena kamu paham bahwa aku sudah tahu kabarmu. Lebih dari siapapun, mungkin akulah satu-satunya yang tahu bagaimana keadaan hatimu.

Aku meletakkan career ku dan melepaskan tas pinggang yang merantai tubuhku, dari sudut mataku aku merasa bahwa kau memperhatikanku. Ada apa? Ada yang ingin kau katakan? Ada yang ingin kau tanyakan? Ya, aku tahu posisiku dan aku tahu persis posisimu. Meskipun kita tak pernah bicara dan menjelaskan, sesama wanita kita sudah tahu apa yang terjadi.

Hay gadis cantik bermata sipit. Bagaimana rasanya luka? 

Ya, kau pasti sedang merana sekarang. Lihat betapa dirimu begitu berbeda, wajahmu kuyu, matamu layu. Tidak seperti dulu tentunya. Dulu saat kamu menjadi bayang-bayangku. Saat berdarah-darah bagiku. Kamu memang tak pernah tahu bahwa aku telah lebih dulu mengikat padu dengan lelaki itu. Lelaki yang sangat ramah bukan? Sangat baik, sangat patuh, sangat unpredictable. Seringkah ia tiba-tiba datang saat hujan sedikit mereda mengantarkan susu coklat hangat ke jendela kosmu, dan pergi begitu saja? Seringkah ia tiba-tiba mengirim surat lewat kantor pos yang isinya mengatakan bahwa ia begitu bahagia? Seringkah ia tiba-tiba memaksamu menemuninya di suatu tempat hanya untuk mendengarkan lagu barunya? Apakah kau juga memiliki janji yang sama dengan janjiku bersamanya? 

Aku tahu bahwa kau tak pernah tahu saat itu. Mungkin kau mengira aku hanya temannya. Tapi aku tahu semua, kemana ia pergi ketika aku melewati malam sendiri, kemana perginya cerita sehari-hari, kemana perginya telfon dan sms setiap pagi, kemana perginya kejutan-kejutan kecil yang mengesankan itu.

O iya, bukankah kita sempat berteman bukan? Pada saat aku masih bersama lelaki itu, dan kamu masih menjadi bayang-bayangku. Saat itu kita berteman bukan? Kau tiba-tiba datang dalam hidupku, sebagai orang masalalunya. Masa lalu yang telah tertinggal jauh, kata lelaki itu membelamu. Tidak akan ada apa-apa, itu teman SMP saja, tambahnya.  Tapi hati wanita kadang melebihi akal, mulai detik itu sku sudah merasa.
Dia bilang bahwa orang tuanya yang menginginkan dia bersamamu. Maka janji itu patah. Patah bersama hati – hatinya. Patah bersama perasaan dan cita-citanya. Semua berakhir. Seiring waktu berjalan, aku tahu.

Lelaki itu bukan lelaki madu yang manis dan syahdu. Lelaki itu srigala berbulu. Seiring waktu aku tahu alasan patahnya janji itu, bukan karena Ibu, tetapi karena kamu, gadis cantik bermata sipit. Dan ternyata tidak hanya kamu, lelaki itu meraup semua cinta yang ia bisa. Ya, katakan ia mempermainkanmu saja, mempermainkan kita saja. 

Sekarang bagaimana rasanya? Kau patah juga?

Gadis cantik, bermata sipit.
Sekarang kau menangis di sampingku.

2 komentar:

Ahmad Sholichin mengatakan...

hi gadis cantik bermata sipit??/
apakah kamu tahu siapa yang bercekrama denganmu?

dialah wanita yang memiliki irama cinta seperti irama cintamu!!

Unknown mengatakan...

haha... lanjutan yang hebat!