Hai, gadis cantik bermata sipit. Sudah berapa lama kita tidak
bertemu?
Lihat betapa berbeda dirimu,
wajahmu kuyu, matamu layu. Dan seperti seperti yang aku duga, kamu canggung
melihatku. Kebetulan atau apa, setelah lama kita tidak berjumpa sekarang secara
tidak sengaja kita ditempat yang sama, menunggu kereta.
Stasiun kereta ini bukan tempat
yang syahdu untuk mengadu sendu, lihat betapa kau sangat berbeda kalau tidak
dikatakan mencolok dari orang-orang disekitarmu, dari para penjaja makanan,
pedagang asongan, penumpang yang berserakan di peron diantara tas-tas besar,
wajah lusuh dan kelelahan. Sedang kamu duduk sendirian di kursi peron. Aku juga
tidak habis pikir, mengapa tidak ada orang lain yang duduk di kursi panjang
itu, setidaknya penumpang lain, dari pada ndlosor
di lantai. Entahlah, sepertinya memang tempat itu ‘sengaja’ di kosongkan
untukku. Kamu begitu terlihat tenang menikmati dirimu sendiri, acuh dengan kegaduhan stasiun.
Entah mengapa juga begitu masuk
stasiun mataku langsung tertuju ketempatmu duduk. Bagiku sikapku wajar karena
aku memang mengincar tempat duduk itu, tapi kemudian kau menolehkan wajahmu ke
samping kiri, kearah pintu masuk, kearahku. Sekian detik kita bertatap dan
diam, tapi aku terus berjalan pelan. Canggung bukan? Canggung bukan main. Keadaan
ini benar-benar tidak bisa dimanipulasi, aku tidak bisa pura-pura tidak
melihat, atau tiba-tiba pergi melengos ke tukang asongan, ke kamar mandi atau
apa. Itu cara lama saat dulu sengaja atau tidak sengaja bertemu, dan aku tahu
kau pun juga sering melakukan itu. Tetapi sekarang berbeda, tatapanmu seperti
menunjukku dan menyuruhku duduk disampingmu. Akhirnya, pada detik kesekian kau
pun tersenyum pelan, reflek aku membalas senyum, sama simpulnya.
‘Apa kabar?’
Aku menyapa duluan. Dan kau,
simpul lagi. Seperti tahu bahwa ‘apa kabar’ adalah bahasa retorika yang tidak
membutuhkan jawaban. Atau juga karena kamu paham bahwa aku sudah tahu kabarmu.
Lebih dari siapapun, mungkin akulah satu-satunya yang tahu bagaimana keadaan
hatimu.
Aku meletakkan career ku dan melepaskan tas pinggang
yang merantai tubuhku, dari sudut mataku aku merasa bahwa kau memperhatikanku. Ada
apa? Ada yang ingin kau katakan? Ada yang ingin kau tanyakan? Ya, aku tahu
posisiku dan aku tahu persis posisimu. Meskipun kita tak pernah bicara dan
menjelaskan, sesama wanita kita sudah tahu apa yang terjadi.
Hay gadis cantik bermata sipit. Bagaimana
rasanya luka?
Ya, kau pasti sedang merana
sekarang. Lihat betapa dirimu begitu berbeda, wajahmu kuyu, matamu layu. Tidak seperti
dulu tentunya. Dulu saat kamu menjadi bayang-bayangku. Saat berdarah-darah
bagiku. Kamu memang tak pernah tahu bahwa aku telah lebih dulu mengikat padu
dengan lelaki itu. Lelaki yang sangat ramah bukan? Sangat baik, sangat patuh,
sangat unpredictable. Seringkah ia
tiba-tiba datang saat hujan sedikit mereda mengantarkan susu coklat hangat ke
jendela kosmu, dan pergi begitu saja? Seringkah ia tiba-tiba mengirim surat
lewat kantor pos yang isinya mengatakan bahwa ia begitu bahagia? Seringkah ia
tiba-tiba memaksamu menemuninya di suatu tempat hanya untuk mendengarkan lagu
barunya? Apakah kau juga memiliki janji yang sama dengan janjiku bersamanya?
Aku tahu bahwa kau tak pernah tahu saat itu. Mungkin kau
mengira aku hanya temannya. Tapi aku tahu semua, kemana ia pergi ketika aku
melewati malam sendiri, kemana perginya cerita sehari-hari, kemana perginya
telfon dan sms setiap pagi, kemana perginya kejutan-kejutan kecil yang
mengesankan itu.
O iya, bukankah kita sempat berteman bukan? Pada saat aku
masih bersama lelaki itu, dan kamu masih menjadi bayang-bayangku. Saat itu kita
berteman bukan? Kau tiba-tiba datang dalam hidupku, sebagai orang masalalunya. Masa
lalu yang telah tertinggal jauh, kata lelaki itu membelamu. Tidak akan ada
apa-apa, itu teman SMP saja, tambahnya.
Tapi hati wanita kadang melebihi akal, mulai detik itu sku sudah merasa.
Dia bilang bahwa orang tuanya
yang menginginkan dia bersamamu. Maka janji itu patah. Patah bersama hati –
hatinya. Patah bersama perasaan dan cita-citanya. Semua berakhir. Seiring waktu
berjalan, aku tahu.
Lelaki itu bukan lelaki madu yang manis dan syahdu. Lelaki itu
srigala berbulu. Seiring waktu aku tahu alasan patahnya janji itu, bukan karena
Ibu, tetapi karena kamu, gadis cantik bermata sipit. Dan ternyata tidak hanya
kamu, lelaki itu meraup semua cinta yang ia bisa. Ya, katakan ia mempermainkanmu
saja, mempermainkan kita saja.
Sekarang bagaimana rasanya? Kau patah
juga?
Gadis cantik, bermata sipit.
Sekarang kau menangis di
sampingku.
2 komentar:
hi gadis cantik bermata sipit??/
apakah kamu tahu siapa yang bercekrama denganmu?
dialah wanita yang memiliki irama cinta seperti irama cintamu!!
haha... lanjutan yang hebat!
Posting Komentar