Follow Us @soratemplates

23/10/13

Pi. (bag 1)




Dalam perkembangan manusia, seseorang memiliki tahapan perkembangan yang sesuai dengan usianya. Namun, dalam dunia psikologi semua hal memiliki sifat typical-untypical. Psikolog meletakkan suatu keadaan seseorang dalam kelompok-kelompok tertentu. Kita sebut saja, labbeling. Memberi label. Psikolog membagi kepribadian-kepribadian manusia menjadi kelompok-kelompok, dan memberikan label, memberi nama pada setiap kelompok itu. Psikolog menyebut seseorang itu memiliki kepribadian tipe A, seorang introvert, seorang conscientiousness, seorang koleris, seorang reserved atau outgoing dan lain sebagainya. Lebih jauh, psikolog juga memberi label kepada orang-orang yang memiliki tingkah laku yang tidak umum. Mereka memberi label ADHA, autism, Skizhophren, bipolar, OCD, atau jenis gangguan yang lain. Bagi psikolog, itu penting karena label itu berfungsi sebagai petunjuk dalam mamberikan treatment, dalam memberikan perlakuan. Tapi pada masyarakat umum, kadang label (yang seharusnya dipakai atau diketahui psikolog saja –menurutku-) dijadikan sebagai olok-olok.


Saya bukan (belum) psikolog, saya cuma mahasiswa psikologi. Untuk itu saya berjanji kepada diri saya sendiri untuk tidak memberi label kepada orang-orang yang berinteraksi dengan saya.  Tidak mendeskripsikan tingkah laku seseorang kedalam konstrak-konstrak psikologis, tidak mendikte perilaku seseorang dengan teori-teori yang saya pelajari. Bukan hanya dalam ucapan atau tingkah laku, bahkan saya melarang pikiran saya sendiri untuk melakukan hal itu. Saya lebih senang melihat seseorang sebagai pribadi-pribadi yang unik, untypical. Kelebihan dan kekurangannya merupakan kombinasi yang unik yang membentuk kepribadiannya. Itu membuatku lebih mudah menerima seseorang apa adanya, dan (semoga) itu tidak membuat seseorang menjadi takut kepadaku, hanya karena aku belajar psikologi. Tapi, bagaimanapun tentang apa yang saya ketahui, saya pelajari dan saya yakini tentu membentuk bagaimana saya mempersepsi sesuatu atau berperilaku. 


Kembali ke paragraf pertama tadi. Tentang typical-untypical. Toh, meskipun psikolog telah mengelompokkan keadaan manusia menjaga kelompok-kelompok yang rigid dari berbagai teori, tetap saja manusia adalah makhluk yang unik. Seorang extraversion dalam big five personality dapat digambarkan sebagai seorang yang sociable, fun-loving dan affectionate. Tetapi tidak mutlak seseorang yang masuk dalam kategori tersebut memiliki sifat yang sama persis dengan teori yang paparkan. Bisa saja ia memang sociable, tetapi tidak fun-loving atau dengan kadar fun-loving yang lebih rendah sehingga masuk dalam kategori sober. Bisa saja seseorang yang terdiagnosa bipolar atau manik depresif memiliki karakter yang tidak sama persis dengan DSM V atau PPDGJ.  Bahkan setiap orang dengan diagnosa yang sama memiliki catatan dan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Begitu pula (kembali pada kalimat pertama paragraf pertama) dengan perkembangan manusia. Meskipun tahapan perkembangan manusia telah dirumuskan secara rigid, multidiciplinary, multidimentional, namun harus kita ingat bahwa perkembangan manusia juga plastics dan contextual, ini bisa menjadi alasan bahwa perkembangan manusia bisa berbeda satu sama lain.

Tidak ada komentar: