Dalam
perkembangan manusia, seseorang memiliki tahapan perkembangan yang sesuai
dengan usianya. Namun, dalam dunia psikologi semua hal memiliki sifat typical-untypical. Psikolog meletakkan
suatu keadaan seseorang dalam kelompok-kelompok tertentu. Kita sebut saja, labbeling. Memberi label. Psikolog
membagi kepribadian-kepribadian manusia menjadi kelompok-kelompok, dan
memberikan label, memberi nama pada setiap kelompok itu. Psikolog menyebut
seseorang itu memiliki kepribadian tipe A, seorang introvert, seorang conscientiousness, seorang koleris, seorang reserved atau outgoing dan lain sebagainya. Lebih
jauh, psikolog juga memberi label kepada orang-orang yang memiliki tingkah laku
yang tidak umum. Mereka memberi label ADHA, autism, Skizhophren, bipolar, OCD,
atau jenis gangguan yang lain. Bagi psikolog, itu penting karena label itu
berfungsi sebagai petunjuk dalam mamberikan treatment,
dalam memberikan perlakuan. Tapi pada masyarakat umum, kadang label (yang
seharusnya dipakai atau diketahui psikolog saja –menurutku-) dijadikan sebagai
olok-olok.
Saya
bukan (belum) psikolog, saya cuma mahasiswa psikologi. Untuk itu saya berjanji
kepada diri saya sendiri untuk tidak memberi label kepada orang-orang yang
berinteraksi dengan saya. Tidak
mendeskripsikan tingkah laku seseorang kedalam konstrak-konstrak psikologis, tidak
mendikte perilaku seseorang dengan teori-teori yang saya pelajari. Bukan hanya
dalam ucapan atau tingkah laku, bahkan saya melarang pikiran saya sendiri untuk
melakukan hal itu. Saya lebih senang melihat seseorang sebagai pribadi-pribadi
yang unik, untypical. Kelebihan dan
kekurangannya merupakan kombinasi yang unik yang membentuk kepribadiannya. Itu
membuatku lebih mudah menerima seseorang apa adanya, dan (semoga) itu tidak
membuat seseorang menjadi takut kepadaku, hanya karena aku belajar psikologi. Tapi,
bagaimanapun tentang apa yang saya ketahui, saya pelajari dan saya yakini tentu
membentuk bagaimana saya mempersepsi sesuatu atau berperilaku.
Kembali
ke paragraf pertama tadi. Tentang typical-untypical.
Toh, meskipun psikolog telah mengelompokkan keadaan manusia menjaga
kelompok-kelompok yang rigid dari berbagai teori, tetap saja manusia adalah
makhluk yang unik. Seorang extraversion dalam big five personality dapat
digambarkan sebagai seorang yang sociable,
fun-loving dan affectionate. Tetapi tidak mutlak seseorang yang masuk dalam
kategori tersebut memiliki sifat yang sama persis dengan teori yang paparkan.
Bisa saja ia memang sociable, tetapi tidak fun-loving
atau dengan kadar fun-loving yang
lebih rendah sehingga masuk dalam kategori sober.
Bisa saja seseorang yang terdiagnosa bipolar atau manik depresif memiliki
karakter yang tidak sama persis dengan DSM V atau PPDGJ. Bahkan setiap orang dengan diagnosa yang sama
memiliki catatan dan karakteristik yang berbeda satu sama lain. Begitu pula
(kembali pada kalimat pertama paragraf pertama) dengan perkembangan manusia.
Meskipun tahapan perkembangan manusia telah dirumuskan secara rigid,
multidiciplinary, multidimentional, namun harus kita ingat bahwa perkembangan
manusia juga plastics dan contextual, ini bisa menjadi alasan bahwa
perkembangan manusia bisa berbeda satu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar