Follow Us @soratemplates

27/10/13

Tata Sukma Mulia (bag. 5)


Sebenarnya, cerita panjang lebar itu hanyalah pengantar. Latar belakang saya menulis ini adalah karena pembicaraan sengaja tidak sengaja dengan mbak Tata.  Hari itu minggu sore, minggu kedua bulan oktober. Seperti biasa itu adalah hari  pertemuan anggota TSM. Acaranya sharing dan outbond kecil-kecilan. Karena saya ada acara sendiri, sehingga tidak bisa ikut acaranya dan baru bisa menyusul sore harinya. Itupun ngepasi beres-beres. Acara diadakan di saung tengah sawah milik teman mbak Tata. Ada empat saung didirikan diatas sekitar enam patok sawah. Dua patoknya dijadikan kolam ikan. Karena belum masuk masa tanam, banyak sawah yang kosong belum ditanamai. Tempat ini sangat representatif untuk outbond dan leha-leha. 


Ketika saya baru sampai ke tempat itu, kegiatan sudah hampir selesai. Peserta berkumpul membuat lingkaran dan saling memberikan kesan dan pesan untuk kegiatan yang barusaja dilaksanakan. Saya ikut nimbrung saja dibelakang. Kemudian setelah itu acara ditutup dengan doa dan yel-yel. Meskipun acara telah selesai, masih ada aja yang curhat ke mbak Tata dan ngobrol sana sini sambil membantu mbak Tata ngeberesin peralatan. Perlu waktu sampai sekitar setengah jam lebih hingga pada akhirnya semua peserta pulang. Tinggallah saya dan mbak Tata dan dua fasilitator lain yang ada di saung. Menunggu mas Anton jemput dan membawakan peralatannya. Sebenernya peralatannya tidak terlalu banyak, dan bisa kita bawa sedikit-sedikit dengan motor, tapi mbak Tata tidak membolehkan. Nggapain repot, kan ono mas Anton sing ngowo pick up. Begitulah, pada akhirnya kami selalu ada waktu leha-leha, cerita-cerita nungguin pick up mas Anton datang. Mungkin bagi fasilitator yang pengalaman hidupnya masih kacangan kayak kita-kita, mendengar cerita dari mbak Tata adalah suatu hal yang sangat berharga.



Di saung tengah sawah, sore hari dan semilir. Mbak Tata bercerita tentang ide pembuatan TSM ini. Diawali dengan sedikit cerita beratnya hidupnya pada waktu menikah. Mbak Tata mengatakan bahwa hal yang paling berat ketika kita menemui masalah adalah bukan karena besarnya masalah itu. Tapi karena kecilnya atau tidak adanya dukungan dari orang dekat. Saat itu, bagi mbak Tata, hal paling berat bukanlah menikahi orang kaya gagu yang tidak dikenalnya, tetapi karena keluarga yang seharusnya menyokongnya justru malah seperti menjerumuskannya. Ditambah lagi perlakuan dan pengekangan dari keluarga suaminya. Mbak Tata merasa hidupnya sudah selesai, tidak ada harapan lagi. “saat itu adanya ya pasrah, berdoa ya berdoa, tetapi semua seperti tidak ada rasanya”, kata mbak Tata. 

Tidak ada komentar: